PT.CNI Polisikan Warga Wolo Berunjukrasa ,Tuai Tanda Tanya Adakah Operandi Hukum?, Publik Harap Mapolda Sultra Konsisten Rastra Sewakottama.

Mataelangnews.com || Kolaka-Sultra, Sebanyak 12 warga Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), menerima panggilan pertama untuk menghadiri Undangan klarifikasi, dilayangkan Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) beberapa waktu lalu, atas indikasi tindak pidana pengerusakan menerapkan dugaan pasal 170 KUHP, selang setelah beberapa hari usai menggelar aksi unjuk rasa pada 14 Juni 2025.

Diketahui surat panggilan tersebut didasari atas laporan aduan yang diajukan oleh pihak PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah iup Blok lapa-pao Kecamatan Wolo .

Berkaitan hal itu, Aduan terhadap warga dengan mengenakan pelanggaran Pasal 170 KUHP, berdasarkan aduan PT.CNI bahwa terjadi dugaan pengerusakan fasilitas perusahaan oleh Pengunjuk rasa berapa waktu lalu saat menyampaikan sejumlah poin tuntutan, menuai reaksi sorotan dan pertanyaan sejumlah pihak.

Dalam hal itu pertanyaan di timbulkan, Mungkinkah ada Overandi Hukum yang sedang terjadi, dimana Seakan sedang terjadi dugaan upaya kriminalisasi terhadap masyarakat dalam menuntut dan memperjuangkan hak mereka terhadap perusahaan.

Bagaimana tidak, terkait penjelasan bunyi pasal 170 KUHP mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan, yaitu perbuatan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum terhadap orang atau barang. Ancaman pidana untuk pelaku pengeroyokan adalah pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. Namun, jika pengeroyokan mengakibatkan luka, luka berat, atau kematian, maka ancaman pidananya bisa lebih berat sesuai dengan ayat (2) pasal tersebut.

Lebih jauh, secara lengkap Bunyi Pasal 170 KUHP ; (1).Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Jika kekerasan yang dilakukan itu: Menyebabkan luka; Menyebabkan luka berat; Menyebabkan matinya orang;  maka pelaku diancam dengan pidana penjara lebih berat, masing-masing sesuai dengan tingkat keparahan akibat dari kekerasan yang dilakukan.

Penjelasan pasal tersebut, Penting untuk dicatat bahwa Pasal 170 KUHP ini mengatur tentang tindak pidana yang mengganggu ketertiban umum yang berbuntut terjadi suatu peristiwa pengeroyokan yang mengakibatkan luka atau luka berat.

Berdasarkan hasil investigasi media kepada sejumlah sumber, mengait rangkaian kronologi pasca unjuk rasa, menceritakan tak ada peristiwa dan atau upaya tindakan mengganggu ketertiban umum dan bahkan upaya pengeroyokan kepada pihak siapapun terutama kepada pihak perusahaan.

Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi. Tidak ada niat untuk melakukan kekerasan. Tapi kami justru dilaporkan seolah-olah pelaku tindak pidana,” ujar salah satu warga yang telah menerima surat panggilan klarifikasi dari kepolisian.

(Aksi Damai, Portal Jadi Simbol)

Menurut keterangan saksi dan dokumentasi yang beredar, satu-satunya insiden yang terjadi adalah saat massa aksi menerobos portal milik perusahaan sebagai bentuk simbolik penolakan terhadap sejumlah kebijakan PT. CNI. Warga mengaku kecewa karena belum ada penyelesaian terhadap persoalan lingkungan, hilangnya akses terhadap lahan masyarakat, hingga dugaan penebangan tanaman tanpa ganti rugi.

(Dugaan Kriminalisasi Menuai Reaksi)

Sejumlah pengamat hukum dan pegiat hak asasi manusia menilai pelaporan tersebut berpotensi mengarah pada kriminalisasi warga yang sedang menjalankan hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Penggunaan Pasal 170 KUHP dalam konteks seperti ini berpotensi menimbulkan kesan intimidatif. Negara seharusnya menjamin kebebasan berekspresi warga, bukan sebaliknya,” ujar seorang advokat dari Lembaga Bantuan Hukum Kolaka.

(Masyarakat Minta Penegakan Hukum yang Adil)

Tokoh masyarakat Wolo menyayangkan langkah hukum yang diambil perusahaan. Mereka menuntut agar penyelesaian konflik dilakukan melalui dialog terbuka, bukan jalur represif.

Berkaitan hal itu pula, publik menaruh harapan besar kepada Kepolisian Daerah Sulawesi tenggara dan atau kepada pihak yang menangani, agar selalu konsisten Pada Prinsip Rastra Sewakottama yang berarti “Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa”. Lambang ini merupakan pedoman hidup Polri yang diikrarkan sejak 1 Juli 1954. Lambang Polri mengandung berbagai simbol yang memiliki makna mendalam, termasuk perisai, pancaran obor, tangkai padi dan kapas, serta tiga bintang. Dimana polri merupakan pelayan, pengayom, dan pelindung masyarakat sebagai bentuk cita-cita bangsa menuju kehidupan yang adil dan makmur.

Hingga berita di terbitkan media masih terus melakukan klarifikasi berlanjut kepada pihak berkaitan.

Laporan : MS